widgeo.net

Sabtu, 05 Oktober 2013

Cerpen...

Pagi yang Cukup Aneh
Oleh Isyhar Haafish Azizah

Setelah aku memarkinkan sepedaku, aku berlari ke kelas dan saking terburu-buru, aku menyenggol Syintia yang sedang berbincang-bincang bersama Dicky dan Ratna.
“Woy! Ati-ati dikit dong! Cepetan turun, kita dapet bagian jadi petugas upacara nih!” Seru Syntia yang berjalan pergi meninggalkan kelas.
Aku sadar, hari ini 28 Oktober dan kelasku menjadi petugas upacara. Ah tenanglah! Hanya jadi paduan suara.
“Udah ngerjain pr matika belum Dit? Pasti belum” Tanya Yanti, teman sebangkuku.
“Hah?! Pr matika? Aku kan ga tau, ah udahlah, ayo kita turun dan segera menempatkan diri” Ajakku sambil menarik tangan Yanti meninggalkan kelas.
Aku dan Yanti pun turun dan segera menempatkan diri di barisan paduan suara  bersama teman-teman. Aku rasa lima menit lagi upacara dimulai. Namun aku melihat Bu Viola memanggilku dengan gerakan tangan memanggil seseorang. Aku yakin yang dimaksud Bu Viola bukan aku.
“Hey! Kamu yang pakai kucir abu-abu!” Seru Bu Viola, sontak aku kaget, aku lihat kucir teman-temanku, sial! Hanya aku yang memakai kucir abu-abu.
“Hey?! Iya kamu, sini !” Seru Bu Viola, arah telunjuknya mengarah ke aku! Akupun meletakkkan jari telunjukku ke dadaku, seperti bertanya – Aku?!
Akupun kesana dan akupun diberikan secarik kertas dan kubaca ternyata teks sumpah pemuda. Berarti aku yang membacanya?
“Maaf nak kelasmu belum ada yang membaca sumpah pemuda. Kamu saja ya? Namamu?” tanya Bu Viola dengan nada cepat.
“Tapi kenapa harus? Oke , Ditya Amina Rosa Ditya Prabaninggar” jawabku dengan pasrah, dan aku harus bisa!
Bu Viola mendorongku pelan ke arah posisiku sebenarnya. Akupun kesana, namun kenapa perutku sakit? Ah sudahlah itu mungkin hanya sebentar. Upacarapun dimulai aku takut ada kesalahan, aku baca berulang kali dan membayangkan nada yang akan aku katakan nanti. Yah inilah saatnya akupun maju, sial tak terduga perutku sakit lagi, badanku menggigil, gugup dan kini tambah parah. Aku harus bisa!
“Satu kami putra dan putri Indonesia, bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia! Dua kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia! Tiga kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia!” Seruku dan diikuti semua warga sekolah, entah seberapa lantahnya suaraku, aku tak bisa menebaknya, tubuhku berkeringat dingin, dan saat aku berjalan kembali keposisiku, jejakku terasa melayang, aku tak fokus, saat aku melihat kebelakang, tiba-tiba semua gelap.
“Dimana aku, Yanti, Aira? Kenapa kalian disini?” tanyaku saat aku membuka mata, dari mimpi gelapku.
“Dit, tadi kamu pingsan, dengan sigap kakak KKN menolongmu, membawamu ke UKS” Kata Aira berdiri menatapku yang terbaring lemas di UKS.
“Tapi kamu sukses, baguslah, ayo toss Dicky” Canda Yanti, sambil mengambil sikap toss kepalan tangan. Yah, ejekanku di kelas adalah Dicky, aku tak suka itu, menyebalkan.
“Nih teh, anget lho. Mau kan, biar enakan badannya, tadi kan kamu dingin banget. Kamu kenapa sih?” Tanya Aira memberiku teh hangat. Aku pun menerimanya dengan senang hati, maklum saja, tadi aku baru sarapan sedikit.
“Ah dasar Dicky, kamu laper apa doyan? Ketauan nih belom sarapan” Celetuk Yanti menepuk punggungku.
“Hehehe, emang aku belum sarapan. Aku kira Cuma jadi paduan suara, eh jadi yang mbaca teks sumpah pemuda. Lemes deh, enak juga tehnya, makasih ya” Kataku jujur, aku memang belum sarapan, maklum aku sangat terburu-buru.
“Ah, udah yuk, ke kelas, udah baikan ko. Tapi aku kan belum ngerjain pr Matika? Gimana nih?” Kataku agak panik.
“Hey, kamu tau pingsan berapa lama? 1 jam pelajaran tau! Kalau kamu mau ke kelas gapapa, toh nanti prnya udah dicocokin, hehehe” Sahut Yanti dengan nada khasnya. Aku pingsan satu jam pelajaran?! Yang bener aja, daripada lama-lama disini, sebaiknya kami kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran Matika.
“Uhm, pagi yang cukup aneh untukku” Sahutku berjalan menaiki tangga dan kembali ke kelas. Mereka hanya tertawa sambil membantuku berjalan.
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar